Setiap orang tua pasti ingin anak-anaknya menjadi pribadi yang positif dan mandiri. Berikut tips yang patut dicoba, saya ambil dari intisari buku '27 Cara Mengatasi Emosi Anak'. Very Recommended Book, cocok untuk orang tua yang berpikiran one-step ahead.
1. Setiap malam, sebelum tidur, bisa menjadi momentum untuk bercerita tentang kisah-kisah teladan.
2. Setiap orang tua bertemu dengan anak, selalu memulai pembicaraannya dengan ucapan salam dan pertanyaan yang membuat sang anak merasa diperhatikan oleh orang tua, misal, “Apa Kabar, nak?”
3. Menurut Thomas Lickona, pakar pembentukan karakter anak dari Amerika, ada tanda karakter generasi muda yang patut dicemaskan:
a. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja
b. Ketidakjujuran yang membudaya
c. Pengaruh teman sebaya terhadap tindak kekerasan yang meninggi
d. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk
4. Frekuensi kedekatan dan interaksi orang tua terhadap anak akan berpengaruh juga pada perilaku anak.
5. Ajarkan anak untuk berbagi ketika memiliki makanan atau apapun, ajarkan saling berbagi walaupun hanya sedikit. Cara ini bermanfaat untuk anak belajar saling mengisi kekurangan, otomatis mereka akan semakin tahu karakter masing-masing.
6. Acarkan anak, bahwa memaafkan ternyata menyehatkan. Ketika kita memaafkan orang lain, perbuatan orang lain yang membuat kesal menjadi menguap dari pikiran dan kita menjadi tenang.
7. Mari mengedepankan kata-kata positif dan memperbanyaknya di setiap hari sampai hal terkecil pun sehingga lebih banyak terekam ke telinga anak-anak.
8. Pentingnya menyapa dan berjabat tangan yang hangat dengan anak-anak, bahkan sampai memeluknya. Biasanya ini dilakukan di pagi hari. Menyapa dan mengucapkan salam bisa mendatangkan rasa kasih sayang dan cinta.
9. Agar anak mau ‘menurut’ pada perintah orang tua:
a. Sebelum bicara mengenai aturan, terlebih dahulu lakukan pendekatan personal.
b. Dalam menegur, jangan menggunakan kalimat destruktif.
c. Alihkan perhatian anak pada hal yang lebih menarik dan menantang.
10. Apa yang kita berikan pada anak, seharusnya ada hubungan dengan kehidupannya untuk mempersiapkan anak menghadapi zamannya.
11. Anak-anak masih berpikir linier. Cara berpikirnya masih hitam dan putih, masih kurang fleksibel. Mereka masih menghitung-hitung saat menolong orang lain. Padahal jelas bahwa orang yang paling beruntung adalah orang yang paling banyak manfaat untuk orang lain.
12. Tujuan akhir dalam hidup kita adalah menjadi hamba Allah yang rela menjadikan AlQur’an mengatur kehidupan kita. Sikap menjalani gaya hidup islami sesuai dengan keyakinannya. Anak-anak perlu dilatih untuk menjadi hamba Allah yang tanpa ‘tapi’ dalam menerima semua keputusan Allah.
13. Membiasakan anak mandiri dengan cara:
a. pada saat makan diusahakan anak untuk mengambil makanan dan makan sendiri. Tidak masalah jika sisa makanan berceceran di lantai, kalau hal itu terjadi kita persilakan mereka untuk bertanggung jawab membersihkannya.
b. Minta anak untuk membereskan kembali mainan atau perlengkapan yang telah dipakai; sebagai trigger bisa dimulai dari orang tua dahulu. “Maaf Nak, sebelum pergi, kita bereskan dulu yuk mainannya, mari Bapak bantu.”
14. Anak yang kurang mandiri juga tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Anak yang kurang mandiri juga tidak akan berani untuk mengajukan ide-idenya atau inisiatif. Anak yang tidak memiliki inisiatif tidak tidak akan menjadi anak yang produktif. Produktif disini artinya mau dan mampu bekerja, baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau untuk membantu orang lain.
1. Setiap malam, sebelum tidur, bisa menjadi momentum untuk bercerita tentang kisah-kisah teladan.
2. Setiap orang tua bertemu dengan anak, selalu memulai pembicaraannya dengan ucapan salam dan pertanyaan yang membuat sang anak merasa diperhatikan oleh orang tua, misal, “Apa Kabar, nak?”
3. Menurut Thomas Lickona, pakar pembentukan karakter anak dari Amerika, ada tanda karakter generasi muda yang patut dicemaskan:
a. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja
b. Ketidakjujuran yang membudaya
c. Pengaruh teman sebaya terhadap tindak kekerasan yang meninggi
d. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk
4. Frekuensi kedekatan dan interaksi orang tua terhadap anak akan berpengaruh juga pada perilaku anak.
5. Ajarkan anak untuk berbagi ketika memiliki makanan atau apapun, ajarkan saling berbagi walaupun hanya sedikit. Cara ini bermanfaat untuk anak belajar saling mengisi kekurangan, otomatis mereka akan semakin tahu karakter masing-masing.
6. Acarkan anak, bahwa memaafkan ternyata menyehatkan. Ketika kita memaafkan orang lain, perbuatan orang lain yang membuat kesal menjadi menguap dari pikiran dan kita menjadi tenang.
7. Mari mengedepankan kata-kata positif dan memperbanyaknya di setiap hari sampai hal terkecil pun sehingga lebih banyak terekam ke telinga anak-anak.
8. Pentingnya menyapa dan berjabat tangan yang hangat dengan anak-anak, bahkan sampai memeluknya. Biasanya ini dilakukan di pagi hari. Menyapa dan mengucapkan salam bisa mendatangkan rasa kasih sayang dan cinta.
9. Agar anak mau ‘menurut’ pada perintah orang tua:
a. Sebelum bicara mengenai aturan, terlebih dahulu lakukan pendekatan personal.
b. Dalam menegur, jangan menggunakan kalimat destruktif.
c. Alihkan perhatian anak pada hal yang lebih menarik dan menantang.
10. Apa yang kita berikan pada anak, seharusnya ada hubungan dengan kehidupannya untuk mempersiapkan anak menghadapi zamannya.
11. Anak-anak masih berpikir linier. Cara berpikirnya masih hitam dan putih, masih kurang fleksibel. Mereka masih menghitung-hitung saat menolong orang lain. Padahal jelas bahwa orang yang paling beruntung adalah orang yang paling banyak manfaat untuk orang lain.
12. Tujuan akhir dalam hidup kita adalah menjadi hamba Allah yang rela menjadikan AlQur’an mengatur kehidupan kita. Sikap menjalani gaya hidup islami sesuai dengan keyakinannya. Anak-anak perlu dilatih untuk menjadi hamba Allah yang tanpa ‘tapi’ dalam menerima semua keputusan Allah.
13. Membiasakan anak mandiri dengan cara:
a. pada saat makan diusahakan anak untuk mengambil makanan dan makan sendiri. Tidak masalah jika sisa makanan berceceran di lantai, kalau hal itu terjadi kita persilakan mereka untuk bertanggung jawab membersihkannya.
b. Minta anak untuk membereskan kembali mainan atau perlengkapan yang telah dipakai; sebagai trigger bisa dimulai dari orang tua dahulu. “Maaf Nak, sebelum pergi, kita bereskan dulu yuk mainannya, mari Bapak bantu.”
14. Anak yang kurang mandiri juga tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Anak yang kurang mandiri juga tidak akan berani untuk mengajukan ide-idenya atau inisiatif. Anak yang tidak memiliki inisiatif tidak tidak akan menjadi anak yang produktif. Produktif disini artinya mau dan mampu bekerja, baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri atau untuk membantu orang lain.